[FF] How do I Kiss You : Wonwoo × Seulgi

“How do I Kiss You”

Wonwoo × Seulgi

Author : Near (RetnoNateRiver)

Genre : Romance

Rating : M

Casts : Seventeen Wonwoo, Red Velvet Seulgi

.

NO COPY PASTE
Cerita ini murni karya dari otak author

Kalo mau berkarya, usaha dong pake otak kalo masih punya otak

COPAS karya orang lain? Ga punya otak??

.

Baca juga di
Wattpad | WordPress

***

“Dowoon-ah, bisakah kau berhenti memandangi jendela seperti itu?” tanya pria di balik setir.

“Ah, Hyung. Aku kangen sekali pada Hosun.” Kata pria yang berada di kursi belakang.

“Biarkan sajalah, Oppa.” Seulgi menanggapi meski suasana hatinya sedang remuk, “Toh, begitu juga Dowoon kelihatan imut, kan?”

Nice, Noona!” sahut pria di belakang.

“Kau jangan terlalu berterus terang padanya lah, Seul…” jengah si pengendara mobil ini. Namun ia melihat candaannya tidak ditanggapi Seulgi dengan baik. “Berhenti lah cemberut begitu, sweetie. Tidak manis di mataku.”

Seulgi tersadar. “Tidak apa. Aku baik saja.” Dalihnya.

“Terus saja bicara seperti itu.”

Mobil pun diparkirkan tak jauh dari sebuah tempat penitipan kucing peliharaan sekaligus pet shop dan shelter. Seulgi baru pertama kali ke sini. Meski sebenarnya dia juga agak takut dengan hewan.

“Ini sudah kedua kalinya Brian Hyung ke sini, Noona.” Dowoon nampaknya begitu antusias dengan keikutsertaan Seulgi kali ini.

“Tiga kali.” Koreksi Brian, si pengemudi tadi.

“Oh ya, empat kali.” Sambil tersenyum tanpa dosa, Dowoon meralat.

“Hadeuh…” jengah Brian. Mungkin suara kendaraan di sekitar mereka membuat Dowoon tak mendengar perkataannya dengan baik.

Setelah berjalan sebentar, sampai lah mereka di tempat penitipan kucing yang dimaksud. Beberapa petugas di sana begitu familiar dengan Dowoon yang rupanya sering datang kemari untuk merawat atau menitipkan kucingnya. Sementara Seulgi mulai bergidik saat melihat banyaknya kucing di dalam sini.

“Hei, jangan takut, sweetheart. Mereka lucu, kan?” Brian segera merangkulnya.

Seulgi masih memandangi hewan berbulu itu dengan tatapan ragu. “Uuh… I-iya, Oppa…”

“Di mana Hosun?” tanya Dowoon pada petugas yang menyambut mereka.

“Ada di dalam. Mari.” Begitu petugas tersebut mempersilahkan, Dowoon, Brian dan Seulgi pun mengikuti.

Semakin ke dalam, jumlah kucingnya semakin banyak. Mereka sangat lincah dan senang bermain. Seulgi makin gugup. Takut-takut kalau saja ada kucing yang menyasar padanya. Tetapi Brian selalu ada untuk menenangkannya.

Sampailah mereka di sebuah ruangan –yang juga dipenuhi kucing. Ada tiga orang petugas di dalam sana. Dan kebetulan, salah satu petugas yang berkacamata sedang mengajak Hosun bermain.

“Hosun-ah…!!” girang Dowoon sambil menghampiri kucingnya.

Hyung-nim sudah datang?” tanya petugas tersebut sambil menyerahkan Hosun pada Dowoon.

“Kemarin baru saja mendarat. Ehehe aku kangen sekali pada Hosun…”

“Dia makan dengan baik, Hyung-nim…”

Bersama Brian yang masih merangkulnya, Seulgi pun ikut menghampiri piaraan Dowoon tersebut. Dia melihat ke sekelilingnya. Banyak sekali kucing di sini. Seulgi meneguk salivanya ragu. Dia berulang kali menghela nafas panjang hingga dirinya merasa lebih tenang. Namun percuma. Saat menatap pemuda yang merawat Hosun, ketegangan Seulgi justru memuncak.

Gadis itu membelalakkan matanya.

“Benarkah? Hosun tidak nakal, kan?”

“Tidak kok, Hyung-…,”

Terutama saat pandangan mereka akhirnya bertemu. Reka ulang masa yang pernah tertinggal pun seakan berputar kembali secara nyata. Semua rasa yang mungkin telah dilupakan seakan bangkit kembali dari tempatnya terkubur. Canda, tawa dan hari-hari penuh emosional, semua yang masih meninggalkan bekas.

Deg!

Jantung siapa yang berdebar begitu kencang sekarang?

“…, nim…” nampaknya pemuda tersebut pun terkejut dengan kehadiran Seulgi.

“Hosun-ah, kelihatannya kamu makan banyak selama aku pergi. Astaga, aku lupa membawa oleh-oleh yang waktu itu aku janjikan. Baiklah, besok aku akan datang ke sini lagi sambil membeli makanan Hosun atau Tory.” Oceh Dowoon, “Ngomong-ngomong, hei, Dik. Namamu siapa? Aku lupa. Apa kita seumuran?”

Kehampaan antara Seulgi dan pemuda tadi tak ayal membuat Brian terheran. Melihat cara mereka saling berpandangan pun Brian tahu ada sesuatu di antara keduanya. Terutama saat pemuda itu tak menanggapi ucapan Dowoon.

“Hei, Dik. Namamu siapa?”

Pemuda itu berkedip. Ia tersadar saat Dowoon kembali menyinggung soal namanya.

“Wonwoo… Namaku Jeon Wonwoo…” jawab pemuda itu hambar, namun Dowoon tidak memperdulikan.

“Ah, iya! Wonwoo! Maaf aku sempat lupa namamu. Oya, besok kalau masih sempat aku…….,”

Pemuda berkacamata itu, Wonwoo, memutus kontak pandangannya dengan Seulgi. Seakan-akan ia tidak ingin reka adegan itu berputar terus menerus di kepalanya seperti sebuah carousell. Namun Seulgi tak bisa melepaskan pandangannya begitu saja dari Wonwoo. Dia ingin pemuda itu menanggapinya, hanya saja hasilnya nihil. Matanya mulai basah.

“Seulgi…” gadis itu terperanjat saat bisikan Brian menyambar telinganya, “Seulgi, are you alright, sweetie?”

Wonwoo berkedip. Dia pasti tidak salah dengar.

Ne, Oppa.” Jawab Seulgi kemudian.

Oh, aku tidak salah dengar rupanya, pikir Wonwoo. Entah kenapa sudut kiri bibirnya naik sedikit. Namun pandangannya tetap pada si pemilik kucing tadi.

Brian merengkuh Seulgi lebih dalam. Mengusap tangan gadis itu dengan lembut. Memanggilnya dengan sebutan manis. Berkata dalam nada rendah di telinganya. Serta mengusap rambut panjangnya dengan sayang. Dia memperlakukan gadis itu dengan baik. Perlahan-lahan Wonwoo menarik nafas panjang berulang kali. Melemparkan senyum yang masih bisa ia ukirkan pada Dowoon sebagai customer-nya.

“…, bersama kami bertiga. Nah, bagaimana? Bisa, kan?” akhirnya Dowoon menyudahi ocehannya.

Wonwoo masih bisa tersenyum, “Aku kabari lagi saja ya, Hyung-nim? Sepertinya aku akan sibuk UTS.”

“Ah, kau masih kuliah, ya? Sudah kuduga kau pasti lebih muda dariku.” Kata Dowoon, “Ya, baiklah. Aku yang akan menghubungimu nanti, ya. Terima kasih sudah merawat Hosun selama aku pergi.”

Saat Dowoon berterima kasih dan berpamitan pada petugas di dalam ruangan, pandangan Seulgi tak pula larut dari Wonwoo. Kali ini pemuda tersebut kembali menatapnya. Tanpa harapan, itu arti dari tatapannya. Dan rasa suka citanya melihat kondisi Seulgi yang sangat baik selama ini.

Seulgi tak mampu beranjak dari tempatnya berpijak.

“Seulgi, come on, sweetie.” Bujukkan manis Brian. Entah kenapa itu membuat Wonwoo kembali menarik nafas panjang. “Sweetie,”

Tanpa diduga, Seulgi melangkah lebih dulu dari Brian. Dia meninggalkan pria itu. Brian tahu ada yang tidak beres. Jadi dia menatap Wonwoo sinis sebagai tanda pamit.

Dowoon pun berlalu riang bersama kucingnya dan tidak memperhatikan adanya konflik di dekatnya. Barulah Brian mengikuti ke mana Dowoon pergi. Ketika mereka menghilang dari ruangan, Wonwoo menghirup oksigen lebih banyak. Kacamatanya dilepas, Wonwoo mengurut daerah antara matanya –dengan sedikit frustasi dan emosi.

“Loh, Noona sudah duluan ternyata?” sambut Dowoon –lagi-lagi tanpa dosa— saat dirinya dan Brian sudah sampai di dekat mobil.

Seulgi berdiri di sana dalam diam sambil menunggu kedua pria ini datang. Saat ketiganya memasuki mobil, Brian memulai investigasinya.

“Ada masalah apalagi, Seul?” tanya Brian, sementara di belakang Dowoon asyik mengajak Hosun bercanda.

Nothing.” Jawab Seulgi seadanya.

“Sejak kita berangkat mood-mu hancur gara-gara Ayah. Sampai sekarang mood-mu malah tambah hancur. Ada apa sebenarnya?”

Seulgi enggan menatap siapa pun, “Aku baik saja, Oppa.”

“Kau…, dan pemuda tadi… Apa kau mengenalnya…?”

Brian tak mendapat jawaban. Serta merta Seulgi mengenakan earphone-nya pertanda ia tak ingin diganggu. Brian pun mengalah dan membiarkan Seulgi begitu saja.

Gadis itu memejamkan mata saat musik mulai berdentum di earphone-nya. Namun sial, lagu itu justru semakin memutar kembali kenangannya. Dia hampir menangis kalau saja tidak ada seorang pun di sekitarnya.

Dan apakah mood-nya membaik? Tidak. Bahkan saat hari mulai gelap pun Seulgi belum juga merasa baik-baik saja. Beruntung lah Brian tidak lagi meintrogasinya sejak siang tadi. Pun Seulgi tengah mencoba berbagai hal agar mood-nya membaik, salah satunya dengan bepergian ke pusat perbelanjaan seorang diri di malam hari.

“Iya, iya. Kita akan jalan-jalan besok… Iya…” Seulgi berbelanja kebutuhan sehari-harinya sambil menerima telepon dari teman-temannya. “Tentu saja… Kita, kan, harus merayakan kelulusan Yerimie… Ah, kau pasti tahu lah. Hehe…”

Setidaknya, dia merasa lebih baik –sedikit.

Seulgi pun pergi ke sebuah minimarket tak jauh dari tempatnya berbelanja tadi karena Brian tiba-tiba menelepon dan minta dibelikan ramyeon. Jadi Seulgi ke sana hanya demi sebungkus mie instan.

“Sudah, kan? Cuma ramyeon…? Iya, aku tahu ini sudah malam makanya aku mau pulang sekarang.” Ujar Seulgi pada Brian di seberang sana sambil membayar di kasir.

“Maaf, Nona. Apa ada uang kecil saja?” tanya si kasir sopan.

“Waduh…” Seulgi panik kecil, sepertinya dia kehabisan uang receh.

“Kalau tidak ada, tidak ap—”

“Aku ada.”

Seulgi tercengang melihat siapa yang dengan sukarela memberikannya recehan. Seorang pemuda, berambut hitam, memakai kaca mata, dengan beberapa makanan manusia dan makanan kucing dalam genggamannya.

“Won…, woo…?”

Yang disebut namanya tidak menggubris.

Lalu suara Brian di balik telepon menyadarkan Seulgi. Gadis itu pun mengakhiri panggilannya. Ya, dia tidak ingin membiarkan Wonwoo begitu saja kali ini. Lelaki itu menyerahkan segala belanjaannya tersebut.

“Sama ramyeon-nya, semua jadi berapa?” tanya Wonwoo sambil bersiap membayar.

“Biar aku saja yang bayar ramyeon-nya.” Dalih Seulgi gengsi.

Namun Wonwoo hanya tersenyum tipis. Ya, senyumnya itu tak pernah berubah, bahkan setelah beberapa tahun Seulgi meninggalkannya. Wonwoo pun tidak menghiraukan Seulgi dan tetap membayar semuanya.

“Terima kasih.” Ucap Seulgi lugu saat keduanya melangkah keluar dari minimarket. Namun dia tercengang saat tiba-tiba Wonwoo ber0henti tepat di depan pintu masuk minimarket.

Rupanya dia sengaja membeli makanan kucing karena ia sempat menemui beberapa kucing jalanan sebelum memasuki minimarket. Seulgi yang masih agak takut terhadap kucing pun hanya bisa melihat dari posisinya berdiri.

“Kau mau ke mana setelah ini?” tanya Wonwoo sambil memberi makan kucing-kucing tersebut.

“Halte terdekat. Aku mau pulang.”

“Kau seorang diri?” nampaknya Wonwoo terkejut. Dari tempatnya berjongkok, dia mendongak pada gadis di belakangnya. Seulgi mengiyakan sambil mengangguk. “Aku harus antar kau pulang kalau begitu.”

Wonwoo lantas bangkit dan membiarkan kucing-kucing tadi melahap makanan yang diberikannya. Tidak lupa, Wonwoo mengucapkan kata pamit sambil mengusap kepala mereka. Barulah ia dan Seulgi berjalan meninggalkan lokasi tersebut.

“Kau sayang sekali sama kucing.” Seulgi basa-basi.

Wonwoo tersenyum, “Kelihatan, ya?”

“Kau juga bekerja di shelter tempat Dowoon menitipkan Hosun, kan?”

Shelter, pet shop atau tempat penitipan kucing sebenarnya. Aku bekerja paruh waktu. Sebelumnya aku juga sempat jadi sukarelawan sewaktu tempat itu masih hanya sebuah shelter kucing.”

“Berarti selama Dowoon sibuk bersama band-nya, kau yang merawat Hosun?”

“Kadang dia dirawat rekanku yang lain. Tapi, yah. Aku yang paling sering merawat Hosun.”

“Ooh…” Seulgi mengangguk kecil.

“Aku tahu kau takut sama kucing.”

“Kelihatan, ya?” Seulgi menggaruk kepalanya. Malu, sih. Tapi melihat Wonwoo kembali tersenyum tipis, Seulgi justru ikut tersenyum. “Ngomong-ngomong, apa kau tinggal di daerah sini?”

“Tidak juga. Aku sedang mengerjakan tugas bersama Jihoon. Kau tahu dia, kan?”

Lee Jihoon, sahabat terbaik Wonwoo. Bagaimana Seulgi tak mengenalnya juga?

Lalu diam. Keduanya tak lagi berbicara. Hingga kecanggungan menyelimuti mereka. Hanya saling mencuri-curi pandang dan gengsi. Mereka seperti orang yang baru kenal, padahal dulu mereka lebih dari itu.

“Kau baik-baik saja?”

Seulgi nampak terkejut menerima pertanyaan itu. Tak ingin munafik, Wonwoo juga pasti penasaran bagaimana keadaan Seulgi selama ini dari orangnya langsung.

“Baik, kok.” Jawab Seulgi.

“Bagaimana karirmu? Semuanya lancar, kan?”

“Syukurlah. Kau sendiri? Sudah mulai kuliah?”

“Iya.”

“Syukurlah.”

Diam lagi. Mereka kehabisan topik.

“Kau bahagia?” lagi-lagi pertanyaan yang mengejutkan Seulgi.

Gadis itu menatap Wonwoo bingung namun menjawab, “Ya.”

“Kelihatannya tidak.” Seulgi dibuat terheran. “Harusnya kau merasa bahagia. Kau diperlakukannya dengan baik.”

Diperlakukannya dengan baik?

Seulgi mengeja satu persatu kata yang terucap. Namun tetap saja ia tak memahami maksud Wonwoo. Lalu langkah pemuda itu berhenti diikuti langkah Seulgi yang juga berhenti.

Hanya ada mereka berdua.

“Berhenti lah bertemu denganku, Seul. Kurasa dia tidak akan menyukainya.”

Seulgi terkejut. Dia siapa? Pikirnya.

“Aku memikirkan ini seharian dan ini cukup menggangguku. Tapi bisakah,” Wonwoo menatap Seulgi dengan tatapannya yang teduh, “untuk terakhir kali saja?”

“A-apa,”

Seulgi tak melanjutkan kata-katanya saat Wonwoo mendekat padanya. Kantong belanjaannya jatuh demi menahan laju pemuda tersebut. Namun apa daya dirinya kalah cepat.

Cup.

Bibirnya berhasil dipagut tanpa perlawanan. Meksi kaget, Seulgi berusaha meredamnya dan menikmati bibir di atas bibirnya. Lalu saling memagutnya. Wonwoo bisa saja melahap bibir itu lebih jauh. Namun ia segera menyudahi ciumannya dan meninggalkan rasa janggal.

“Ma-maaf.” Ujar Wonwoo, Seulgi kebingungan, “Maaf aku lancang. Harusnya aku tidak menciummu. Itu bukan lagi hakku, itu haknya.”

Masih dalam kejanggalan dari semua ini, Seulgi hanya terdiam sambil menonton Wonwoo yang memungut semua kantong belanja yang ia jatuhkan. Lalu ia menyematkannya dalam genggaman Seulgi.

“Lihat yang di depan itu, kan? Itu haltenya. Mungkin semenit lagi bisnya akan datang. Jadi bergegaslah dan hati-hati.” Wonwoo berujar.

Lantas tatapan mereka saling bertemu. Sorot mata Wonwoo yang tulus serta senyuman hangat yang pernah mewarnai hari-harinya dulu. Akhirnya Seulgi bisa melihatnya lagi.

“Berbahagia lah bersamanya. Sampai jumpa, beruangku –Kang Seulgi.” Ucapan pamit itu seakan pertanda Wonwoo akan pergi selamanya dari hadapannya.

Dan pemuda tersebut meninggalkan Seulgi tanpa berucap apa-apa lagi. Jujur saja, sejak ia melangkah dari hadapannya Seulgi merasa sangat hampa. Terutama kata ‘bersamanya’. Kelihatannya ia mulai memahami siapa yang Wonwoo maksud.

Csssshh…

Sebuah bis menepi pada halte, bersiap mengangkut Seulgi. Namun apa yang gadis itu lakukan?

“Jeon Yeowoo!”

Wonwoo mendongak saat mendengar panggilan kesayangannya itu. Langkahnya berhenti dan tubuhnya berbalik. Dengan bulir air mata yang berjatuhan, Seulgi berlari ke arahnya dan kembali menjatuhkan kantung belanjaannya.

Awalnya ia mengira Seulgi akan memeluknya.

Cup.

Justru Seulgi mencium bibirnya. Wonwoo terkejut bukan main menerima ciuman itu. Tak menunggu ciuman balasan, Seulgi menyudahinya dan berkata.

“Jangan pergi dari hadapanku, kau si Rubah Berbulu Kucing! Aku takkan melepaskanmu lagi!”

“S-Seul…,”

“Apa ada kata ‘putus’ dari mulut kita? Bahkan kata ‘pacaran’ pun tidak pernah ada. Jadi untuk apa kita berhenti bertemu?”

“Seulgi,”

“Maaf selama ini aku menghilang dari hadapanmu dan mengacuhkanmu. Itu semua karena aku punya masalah keluarga. Aku sempat mencarimu kembali. Tapi kau tidak ada! Kau tahu bagaimana rasanya jadi aku yang sudah frustasi malah semakin frustasi?!”

“Seul,”

“Jadi, Wonwoo, aku mohon. Jangan tinggalkan aku.”

“Tidak bisa.”

“Kenapa?”

“Aku tidak berhak untuk itu, Seul.”

“Tidak berhak untuk apa, Jeon Wonwoo? Untuk bahagia? Kau menyuruhku bahagia dengan siapa? Brian Kang maksudmu? Yang tadi pagi ke shelter bersamaku dan Dowoon?”

“Jadi lelaki itu namanya Brian?”

“Ya, dan kau tak perlu mengkhawatirkan Kakak tiriku yang over protective itu.”

Kakak tiri…?

Wonwoo terbelalak bukan main. Ternyata Brian itu kakak tiri Seulgi? Ini gila. Tak habis pikir. Sepertinya Wonwoo baru saja cemburu buta. Telinga Wonwoo memerah menahan rasa malu.

“Ayahku sudah menikah lagi, Wonwoo… Dan Brian Oppa jadi Kakak tiriku sekarang… Sudah jelas, kan?” lanjut Seulgi, “Jadi, tunggu apa lagi?”

Ya, Wonwoo tak lagi menunggu. Dia menarik dagu mungil Seulgi dengan sembrono. Lalu bibirnya menyambar bibir Seulgi.

Cup.

Wonwoo tak lagi menahannya. Karena dia tahu dia masih punya kesempatan untuk ‘menguasai’ Seulgi. Dia meraup bibir ranum di hadapannya tak sabaran. Pun Seulgi memagut bibirnya. Mereka tak memperdulikan waktu, tak memperdulikan bis yang meninggalkan mereka, tak memperdulikan belanjaan yang berceceran di atas trotoar. Mereka hanya ingin menikmati ciuman ini.

“Ingat ciuman kita yang dulu?” Wonwoo berujar nakal.

“Memangnya aku ingat? Berapa kali kita pernah ciuman?” Seulgi malah menanggapinya usil.

“Kan? Kau selalu membuatku gemas.”

Cup.

Mereka saling menyambar bibir satu sama lain. Memagutnya, menghisapnya, pun mengigitnya. Kadang tawa kecil terdengar dari Wonwoo atau lenguhan kecil terdengar dari Seulgi. Semua kenangan itu hidup kembali. Dan kali ini mereka akan membiarkannya hidup untuk selamanya.

“Hei,” bisik Wonwoo di atas bibir Seulgi.

“Hm?” sahut Seulgi kecil.

Johahamnida.” satu kata sebelum Wonwoo kembali menyapu bibirnya.

***

“How do I Kiss You : Wonwoo × Seulgi”

end

***

Halo, ini Near.

Alhamdulillah sampai juga kita di penghujung “How do I Kiss You”. Gimana, nih? Bagiannya SeulWoo nendang, gak? Wkwkwkwk semoga berhasil mengobrak-abrik perasaan kalian, yah. HAHAHAHA..

Btw, Near masukin member Day6 di sini. Gak papa, ya? Ada YoungK (Brian) sama Dowoon. Emang kadang Seulgi suka di-pairing sama YoungK. Tapi aku tidak minat samsek ehehe aku selalu peminat SeulWoo. Jadi mumpung marga mereka sama, jadi aku jadikan saja Seulgi dan YoungK itu sodaraan. Ehehehe..

Seneng banget akhirnya Near bisa nerbitin ff SeulWoo lagi setelah sebelumnya nerbitin ff SeulWoo yang melankolis sekali aka “Paper Plane”. Seneng banget juga, meskipun agak berantakan tapi akhirnya ff ini dapat terselesaikan.

Semoga kalian suka terus ya sama ff-nya Near! Mohon support-nya selalu dan kalau mau berteman boleh aja, kok! Bisa follow Twitter atau Instagram @retnonateriver atau Facebook Retno Nate River. Kalau sekarang sih Near jauh lebih aktif di Twitter yah.

Ohya, ada yang udah liat VCR-nya Wonwoo sama Mingyu yang pas jaman Boys Wish? Baru ini director-nya sendiri yang upload dan bikin Carats heboh. Hhmmmm sepertinya Near punya ide nakal nih. Hahahahaha. Ditunggu aja deh ya pokoknya.

Terima kasih banyak atas semua support yang kalian berikan untuk “How do I Kiss You”. Tunggu Near di karya selanjutnya ya!

Author

Near

Tinggalkan komentar