Paper Plane
(Let’s Meet Again)
Part I : Bad News
Author : Near
Genre : Sad-Romance, Angst/Hurt
Length : Mini chaptered (5 chapters)
Main Cast : Kang Seul Gi, Jeon Won Woo
Other Cast : Irene, Joshua, etc…
Baca juga di
[WARNING]
Near itu suka banget sama genre Angst, dan
Near cukup percaya diri kalau bikin fanfiction ber-genre Angst.
Jadi, jangan baper, ya.
***
Siapa itu Seulgi? Siapa itu Wonwoo?
Yeoreobun,
bagi yang ketinggalan, silahkan baca part dan/atau teaser sebelumnya!^^
| Teaser ver. |
Happy reading!
***
“기다림은 내겐 사소한 일일 뿐인 걸”
(gidarimeun naegen sasohan iril ppunin geol)
“Menunggu hanyalah hal sederhana buatku”
***
Pagi yang sibuk, hari yang sibuk. Dengan tatanan rambutnya yang mulai berantakan, sesekali digigitnya pensil itu karena habis sudah kedua tangannya yang saling sibuk bekerja. Belum lagi ponsel yang kadang dijepit telinga dan pundaknya, menunggu yang ditelepon menjawab panggilannya.
Seketika kepenatan pagi di ruangannya itu sirna. Morning voice itu mulai menghapus beban paginya, suara bass-nya menyambut.
“Hei,”
“Hei,” balas gadis itu, bahkan di tengah rumitnya tumpukan kertas di atas mejanya saat ini, dia masih bisa bergurau dengan lawan bicaranya.
“Mwohae?”
“Menggambar.” tanpa sadar, kurvanya merekah.
“Mm?” sahut suara bass di balik telepon, “Sibuk, huh?”
“Tidak,” gadis itu menjepit ponsel dengan pundaknya, “baru bangun tidur?”
“Hu-uh,”
“Dasar kukang.”
“Ya~~”
Gadis itu tertawa singkat. “Aku sudah menyelesaikan sketsa keenam, sekarang aku sedang mengerjakan yang ketujuh.”
“Kau terlalu bekerja keras untuk hari penting itu.”
“Jangan banyak bicara, kau yang harus memilih salah satu di antaranya ―turuti saja perkataanku.”
“Hei, Seulgi,”
“Ng?”
“Makan sianglah denganku, sebelum ku tinggalkan kau besok.”
“Memangnya kau sudah bangun dari tempat tidur?”
“Uh…, itu…,”
Seulgi tersenyum, “Ku hitung sampai lima. Satu…, dua…, tiga…, empat…,”
“Iya, iya, oke, bawel. Oke. Jangan tutup teleponnya.”
Terkikik gadis itu mendengarnya.
“Jangan lupa pakai bajumu.”
“Aku tidur dengan pakaian utuh semalam, Gom-ah.”
“Keojitmal.”
“Oke. Aku ketauan.”
***
“Sudah jadi resiko kekasihnya pilot ditinggal terbang.”
Wonwoo hampir tersedak siang itu gara-gara celetukan Seulgi. Baru saja ia lahap es krim green tea di hadapannya, Seulgi sudah membuatnya terhentak. Wonwoo tersenyum tipis.
“Ya, kau ini kenapa, sih?” Seulgi menghapus noda hijaunya green tea pada bibir itu.
“Ucapanmu itu lucu.” dalih Wonwoo, lalu menyuapi gadis di hadapannya dengan es krimnya. “Kau pasti sering merasa kesepian karenaku.”
“Kalau boleh jujur, sih…, iya…” Seulgi mengerucutkan bibirnya, manis sekali ―Wonwoo menyukainya, “Tapi itu sudah jadi tuntutan.” dengan bibir itu, ditatapnya Wonwoo.
“Kasihan,” ditepuknya kepala Seulgi seenaknya.
“Masa cuma kasihan?” gadis itu makin mencondongkan bibirnya, kali ini seiringan dengan tangannya yang mulai menghancurkan menara es krimnya.
“Aku tau kau tidak akan menikung.”
“Itu sudah jelas ―dan pasti.” Seulgi melahap es krimnya.
Wonwoo menyeka helaian rambut Seulgi yang menutupi sebagian kecil wajahnya. “Kau kelihatannya bekerja keras hari ini.” katanya, khawatir, “Sisihkan dulu saja proyek ‘Tujuh Sketsa Pilihan’-mu itu, Seulgi. Oktober masih jauh, kau juga disibukkan dengan brand barumu.”
Seulgi tersenyum, “Bukan apa-apa.” katanya, “Kau sendiri? Apa belum dapat libur panjang?”
Wonwoo terkekeh. Ada kalanya Seulgi seperti anak kecil, ada kalanya Seulgi terlihat dewasa sesuai umurnya. Namun siang ini, Seulgi kelihatan manja seperti anak kecil. Hanya satu yang diinginkannya dari Wonwoo : waktu.
“Sabarlah, Teddy Bear. Hibernasimu akan segera usai.” Wonwoo menyantumkan helaian rambut itu pada telinga Seulgi.
“Benarkah?” Seulgi sumringah, pertanda apa yang diinginkannya akan segera terwujud. “Gidae.” gumamnya sambil menyendok es krimnya beberapa kali, hingga tanpa sadar ―sangking girangnya― es krim itu berceceran di sekitar mulutnya.
“Lihat siapa yang hari ini jadi anak kecil?” goda Wonwoo, Seulgi menatapnya.
Namun lelaki itu tak mengizinkannya menatap lebih lama. Wonwoo menyapu bersih noda itu –di bibir gadisnya—dengan mulutnya, Seulgi terkejut bukan main.
Seorang Jeon Won Woo yang pendiam tak biasanya seagresif ini padanya, apalagi ini kafe ―tempat umum lebih tepatnya. Wonwoo adalah tipe yang pasif, yang lebih senang melakukannya di tempat yang pribadi. Namun hari ini, lelaki itu berani-beraninya bangkit dari tempat duduknya dan dengan seenaknya menghapus noda es krim di sekitar mulut Seulgi dengan mulut dan lidahnya.
“Jangan kaget begitu,” tepis Wonwoo, begitu selesai melakukannya Seulgi menatapya canggung. “Gak suka, ya?”
“Ani,” Seulgi memperbaiki penampilannya, “hanya…, kaget…”
“Tentu saja, kau pasti tau ―aku bukan tipe agresif seperti itu.” Wonwoo menatap gadisnya lekat-lekat seakan tak ingin kehilangan dia, “Tapi khusus untuk hari ini saja, aku ingin melakukannya.”
Seulgi paham, mungkin karena lelaki itu akan meninggalkannya lepas landas dari daratan makanya Wonwoo bertingkah laku seperti itu padanya. Dia bisa memakluminya.
“Jadi, kapan tepatnya kau libur panjang?”
“Hei, kita sudah bahas itu tadi,”
“Apa sebelum hari ulangtahunmu?”
“Seulgi,”
“Ayolah, Yeowoo-ya, aku tidak sabar lagi.”
***
Pagi itu terasa biasa saja. Cahaya mentari yang menyusup seenaknya ke dalam kamarnya, ini pasti ulahnya Seulgi. Harumnya aroma pancake yang menyeruak, mengundangnya untuk keluar dari kamar dan menyambut pagi, ini juga pasti ulahnya Seulgi. Dan ketika sampai di dapur, dia disambut pemandangan seorang gadis berambut panjang yang membelakanginya, pastilah dia Seulgi.
Semua terlihat seperti biasanya.
“Hei,” gadis itu tersenyum padanya.
Wonwoo langsung menyambar pinggangnya, cara khasnya berterimakasih pada gadis yang telah membangunkan tidurnya dengan caranya yang khas.
“Siap untuk hari ini?” tanya gadis itu, dilihatnya Wonwoo masih mengerjap-ngerjapkan mata, “Ayolah, bangun, Kukang.”
“Seulgi, please.” gerutu Wonwoo, “Dasar Beruang…” gumamnya.
Pagi masih pagi buta, belum banyak orang yang terbangun, salah satunya Wonwoo ―yang semalam kedapatan beraksi nakal. Pantas sajalah kalau dia belum sepenuhnya terbangun.
Diacaknya rambut Wonwoo itu asal, lelaki itu hanya mendengus.
“Ya, Gom-ah,” gerutunya dengan morning voice.
“Suaramu parau sekali.” komplain Seulgi, setelah meletakan pancake di atas piring, ia segera mengambil segelas air untuk Wonwoo.
Ketika lelaki itu meneguknya, Seulgi menyiapkan sarapan di meja makan. Wonwoo pun bersiap duduk di kursinya.
“Kau serius memilih yang ketujuh dan yang ketujuh?” pertanyaan Seulgi disusul anggukan Wonwoo ―yang tidak sadar kalau rambutnya berdiri.
“Wae?” tanya Wonwoo.
“Hanya memastikan,” Seulgi melahap pancake-nya, “kalau kau memang sudah yakin memilih keduanya, maka hari ini aku akan mulai mengerjakannya.”
Wonwoo tersenyum sambil mengunyah, “Kau sudah bekerja keras.” katanya.
Seulgi cuma nyengir. “Dihabiskan, ya, sarapannya. Perjalananmu hari ini panjang sekali, jangan sampai di tengah penerbangan kau malah kelaparan.” candanya.
Lelaki itu terkikik, “Jangan bergurau, Gom-ah.” katanya, Seulgi menertawainya.
***
Jemari manisnya merapatkan jas itu, menata dasi itu, dan merapikan lencana itu. Hampir setiap kali keberangkatannya, Seulgi akan melakukan hal yang sama padanya.
“Jam berapa pesawatnya berangkat?” tanya Seulgi.
“Masih lama, tapi aku harus berangkat lebih pagi untuk briefing.” ucap Wonwoo setelah mengecup bibir itu.
Seulgi mengenal betul siapa itu Jeon Wonwoo. Dia sosok lelaki yang penuh tanggung jawab dan tegas, dingin, irit senyum, irit bicara namun sebenarnya dia berhati lembut dan penyayang. Wonwoo adalah sosok teliti yang tidak pernah mengabaikan hal-hal sekecil apapun.
Pernah beberapa kali Seulgi bertemu rekan kerja Wonwoo, mereka mengakui bahwa Wonwoo adalah sosok yang patuh dan sangat teliti, padahal dia bukan senior, malah para senior belajar banyak hal darinya. Wonwoo sangat mementingkan SOP dan tidak pernah lari dari tanggung jawab. Dia adalah orang yang haus akan pengetahuan.
Dia beruntung mendapatkan Wonwoo.
“Kau yakin bisa menungguku?” tanya Wonwoo. Seperti biasa, sebelum berangkat Wonwoo selalu menatap gadis itu lekat-lekat. Dan mengucapkan kata-kata khasnya.
Seulgi tersenyum, memeluk tubuhnya sendiri yang dibaluti bathrobe. “Menunggu sudah menjadi kebiasaanku, sudah menjadi hal biasa.” senyumnya.
Wonwoo mengusap kepala Seulgi. “Maaf, aku selalu meninggalkanmu sendirian. Aku tau kau kesepian―”
“Dan kau tak perlu khawatir, karena aku selalu duduk manis menantimu.” tukas Seulgi kemudian, berhasil merekahkan senyum di wajah Wonwoo seiringan, sambil menyapu bibir gadis itu dengan jemarinya.
Karena kata-kata itu, Wonwoo kembali mencium bibir itu sebagai ucapan terima kasih. Wanita seperti Seulgi memang sosok yang sangat cuek pada laki-laki, namun ketika hatinya luluh dia akan menjadi pasangan yang sangat setia.
Dia beruntung mendapatkan Seulgi.
Gadis itu mengangkat tangan, mengacungkan kelima jemarinya di samping pelipis kanannya, memberi hormat pada kapten. Kelakuan Seulgi itu selalu mendapat cengiran dari Wonwoo, yang akan membalasnya dengan hormat yang sama.
“Selamat lepas landas, Kapten Jeon Wonwoo.” cengir Seulgi ―menggemaskan. “Semoga penerbanganmu menyenangkan.”
Wonwoo menyambutnya dengan pelukan hangat dan kecupan di dahi. Dengan segera ia merebut topi khasnya dari atas meja dan menutupi kepalanya dengan itu.
“Aku akan segera kembali.” pamit Wonwoo.
Baca lebih lanjut →